Berdasarkan jumlah
negara yang mengikuti kerja sama, dapat dibedakan menjadi tiga
macam bentuk kerja
sama, yaitu:
a. Kerja sama
bilateral
Kerja sama
bilateral adalah kerja sama yang dilakukan antara dua negara. Kerja sama ini
biasanya dalam
bentuk hubungan diplomatik, perdagangan, pendidikan, dan kebudayaan.
b. Kerja sama
regional
Kerja sama regional
adalah kerja sama yang dilakukan oleh beberapa negara dalam suatu
kawasan atau
wilayah. Kerja sama ini biasanya dilakukan karena adanya kepentingan bersama
baik dalam bidang
politik, ekonomi, dan pertahanan. Contoh kerja sama regional antara lain
ASEAN dan Liga
Arab.
c. Kerja sama
multilateral
Kerja sama
multilateral adalah kerja sama yang dilakukan beberapa negara. Contoh kerja
sama ini antara
lain Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Berdasarkan pada
bidangnya, kerja sama antara negara dapat dibedakan menjadi beberapa
macam, yaitu:
a. Kerja sama
bidang ekonomi
Kerja sama bidang
ekonomi adalah bentuk kerja sama yang menitikberatkan pada
kepentingan ekonomi
negara-negara yang melakukan kerja sama. Kerja sama ekonomi ini di
antaranya:
1) APEC (Asia
Pasifi k Economis Corporation), yaitu kerja sama ekonomi yang dilakukan
negara-negara di
kawasan Asia dan Pasifi k.
2) MEE
(Masyarakat Ekonomi Eropa), yaitu kerja sama ekonomi yang dilakukan oleh
negara-negara di
kawasan Eropa.
b. Kerja sama
bidang sosial
Kerja sama bidang
sosial adalah bentuk kerja sama antara negara yang dilakukan dalam
bidang sosial.
Kerja sama sosial ini di antaranya:
1) WHO (World
Health Organization), yaitu kerja sama antara negara anggota PBB dalam
bidang kesehatan.
2) UNICEF
(United Nations Children and Education Fund), yaitu kerja sama antara
anggotaanggota
PBB dalam menangani
permasalahan anak-anak.
3) ILO
(Internasional Labour Organization), yaitu organsasi internasional yang
bergerak
dalam bidang
perburuhan.
c. Kerja sama
bidang pertahanan atau politik
Kerja sama bidang
pertahanan atau politik adalah kerja sama yang dilakukan dalam
bidang pertahanan
atau politik. Bentuk kerja sama ini di antaranya:
1) SEATO (South
East Asia Treaty Organization), yaitu pakta militer yang bertujuan untuk
membendung
komunisme di kawasan Asia Tenggara.
2) ANZUS (Australia,
New Zeland, and United States), adalah pakta militer yang bertujuan
untuk membendung
arus komunisme di kawasan Australia, Selandia Baru, dan Amerika
Serikat.
3) NATO (North
Atlantic Treaty Organization), adalah pakta pertahanan militer yang
bertujuan untuk
membendung arus komunisme di kawasan Atlantik Utara.
4) CENTO (Central
Treaty Organication), adalah pakta militer yang bertujuan untuk
membendung
komunisme di Timur Tengah. Pakta militer ini dikenal juga dengan sebutan
yang terkenal
dengan Pakta Baghdad.
5) Pakta
Warsawa, yaitu pakta militer yang dibentuk oleh Uni Soviet untuk membendumg
pengaruh Amerika di
Eropa Timur.
Tahap perjanjian
internasional
Menurut Mochtar
Kusumaatmaja ada dua macam cara pembentukan perjanjian internasional :
a. Perjanjian
internasional yang dibentuk melalui 3 tahap yaitu (perundingan,
penandatanganan, ratifikasi atau pengesahan), cara ini dupakai apabila materi
atau yang diperjanjikan itu dianggap sangat penting maka perlu persetujuan DPR.
b. Perjanjian
internasional yang dibentuk melalui 2 tahap yaitu ( perundingan dan
penandatanganan) dipakai untuk perjanjian yang tidak begitu penting,
penyelesaian cepat, berjangka pendek, seperti Perjanjian perdagangan.
Menurut Hukum
Positif Indonesia, pada pasal 11 ayat 1 UUD 1945 dosebutkan bahwa Presiden
dengan persetujuan DPR membuat perjanjian dengan Negara lain. Dalam
Undang-undang RI No. 24 tahun 2000 ditegaskan bahwa pembuatan perjanjian
internasional dilakukan melalui tahap ( penjajakan, perundingan, perumusan naskah,
penerimaan dan penandatanganan).
Konvensi Wina 1969
meliputi langkah-langkah berikut.
a. Perundingan
(Negotiation)
Dalam hubungan
internasional mutlak diperlukan upaya pembicaraan dan pemecahan berbagai
persoalan yang timbul antara negara yang satu dengan negara lainnya. Hal ini
mendorong negara-negara tersebut untuk mengadakan perundingan yang pada
akhirnya melahirkan suatu treaty (kesepakatan). Tujuan diadakannya perundingan
tersebut untuk bertukar pandangan tentang berbagai masalah, seperti masalah
politik, ekonomi, penyelesaian sengketa atau pendirian lembaga-lembaga
internasional, seperti PBB, ILO, dan WTO.
Setelah para pihak
bersepakat untuk mengadakan perundingan, tiap-tiap negara menunjuk organ-organ
yang berkompeten untuk menghadiri perundingan. Dalam konstitusi suatu negara
maupun dalam Konvensi Wina 1969, kepala negaralah yang bertanggung jawab
tentang terselenggaranya perundingan itu. Akan tetapi, dalam praktik diplomatik
jarang sekali kepala negara ikut dalam perundingan dan hanya diwakili oleh
wakil-wakil yang berkuasa penuh.
Apabila perundingan
tidak dilakukan oleh kepala negara, dapat dihadiri oleh menteri luar negeri,
atau wakil diplomatiknya, atau
wakil-wakil yang ditunjuk dan diberi surat kuasa penuh (full power letter) untuk mengadakan perundingan dan menandatangani atau menyetujui teks perjanjian dalam konferensi. Hal ini ditegaskan dalam Konvensi Wina 1969 pasal 7 ayat (1) dan (2).
wakil-wakil yang ditunjuk dan diberi surat kuasa penuh (full power letter) untuk mengadakan perundingan dan menandatangani atau menyetujui teks perjanjian dalam konferensi. Hal ini ditegaskan dalam Konvensi Wina 1969 pasal 7 ayat (1) dan (2).
Perjanjian
bilateral dalam perundingan disebut dengan talk, sedangkan untuk perjanjian
multilateral disebut dengan diplomatic
conference atau dilakukan dengan konferensi diplomat. Perundingan yang demikian dapat juga dilakukan secara tidak resmi yang sering disebut dengan corridor talk atau lobbying, yaitu dilakukan pada waktu istirahat saling bertukar pikiran atau saling mempengaruhi.
conference atau dilakukan dengan konferensi diplomat. Perundingan yang demikian dapat juga dilakukan secara tidak resmi yang sering disebut dengan corridor talk atau lobbying, yaitu dilakukan pada waktu istirahat saling bertukar pikiran atau saling mempengaruhi.
b. Penandatanganan
(Signature)
Setelah berakhirnya
perundingan, pada teks perjanjian yang telah disetujui oleh wakil-wakil
berkuasa penuh dibubuhkan tanda tangan atau mereka menandatangani protokol
tersendiri sebagai prosedur penandatanganan. Protokol adalah persetujuan yang
isinya melengkapi (suplemen) suatu konvensi. Akibat dari penandatanganan suatu
perjanjian tergantung pada ada tidaknya persyaratan ratifikasi perjanjian
tersebut. Apabila perjanjian atau traktat harus diratifikasi, penandatanganan
hanya berarti utusan-utusan telah menyetujui teks perjanjian dan bersedia
menerimanya serta akan meneruskan kepada pemerintah yang berhak untuk menerima
atau menolak traktat tersebut. Jadi, mengikatnya perjanjian dinilai mengikat setelah
diratifikasi oleh pihak yang berwenang.
Dalam perjanjian bilateral penandatanganan
dilakukan oleh kedua wakil negara yang telah melakukan perundingan sehingga
penerimaan hasil perundingan secara bulat-bulat penuh, mutlak sangat diperlukan
oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, dalam perjanjian multilateral
penandatanganan naskah hasil perundingan dapat dilakukan jika disetujui 2/3
dari semua peserta yang hadir dalam perundingan, kecuali jika ditentukan lain.
c. Pengesahan (Ratifikasi)
Sesudah penandatanganan
oleh wakil berkuasa penuh, para delegasi meneruskan naskah perjanjian tersebut
kepada pemerintahnya untuk meminta persetujuan. Oleh karena itu, dibutuhkan
penegasan oleh pemerintah yang bersangkutan setelah mereka mempelajari dan
setelah diajukan kepada parlemen bilamana perlu. Penegasan tersebut dinamakan
dengan ratifikasi atau pengesahan, kecuali jika ditentukan lain dalam
perjanjian bahwa perjanjian itu akan mengikat tanpa harus diratifikasi terlebih
dahulu. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa ratifikasi
bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada negara-negara peserta guna
mengadakan peninjauan serta pengamatan secara saksama terhadap isi perjanjian.
Dengan demikian, negara dapat mengambil keputusan untuk mengikatkan diri atau tidak
terhadap perjanjian tersebut.
·
Pengertian Perwakilan Diplomatik
- Perwakilan diplomatik adalah petugas negara yang dikirim ke negara lain
untuk menyelenggarakan hubungan resmi antarnegara. Perwakilan diplomatik
merupakan alat perlengkapan utama dalam hubungan internasional. Perwakilan
diplomatik merupakan penyambung lidah dari negara yang diwakilinya. Kedudukan
perwakilan diplomatik biasanya berada di ibu kota negara penerima. Selain itu,
semua kepala perwakilan diplomatik pada suatu negara tertentu biasanya
bertempat tinggal di ibu kota negara merupakan satu corps diplomatique. Corps
diplomatique biasanya diketuai oleh seorang duta besar yang paling lama
ditempatkan di negara itu yang disebut ”Dean” atau ”Doyen”.
Hampir setiap
negara yang merdeka dan berdaulat menempatkan perwakilan diplomatiknya di
negara lain. Hal ini berkaitan dengan adanya hak perwakilan aktif bagi setiap
negara. Hak perwakilan aktif merupakan hak suatu negara untuk mengirim wakil
diplomatiknya ke negara lain. Selain itu, setiap negara juga mempunyai hak
perwakilan pasif yang artinya hak suatu negara untuk menerima wakil diplomatik
negara lain.
1. Tugas Perwakilan
Diplomatik
Seseorang yang
diangkat sebagai perwakilan diplomatik di negara asing, oleh negara yang
mengirimkannya telah diberi tugas-tugas tertentu. Tugas-tugas perwakilan
diplomatik tersebut mencerminkan adanya fungsi-fungsi penting pada perwakilan
diplomatik bagi negara-negara pengirimnya. Bentuk tugas-tugas yang diemban oleh
perwakilan diplomatik sebagai berikut.
a. Representasi,
yaitu selain untuk mewakili pemerintah negaranya, ia juga dapat melakukan
protes, mengadakan penyelidikan dengan pemerintah negara penerima, serta
mewakili kebijaksanaan politik pemerintah negaranya.
b. Negosiasi, yaitu
mengadakan perundingan atau pembicaraan baik dengan negara tempat ia
diakreditasikan maupun dengan negaranegara lainnya.
c. Observasi, yaitu
menelaah dengan teliti setiap kejadian atau peristiwa di negara penerima.
d. Proteksi, yaitu
melindungi pribadi, harta benda, dan kepentingan-kepentingan warga negaranya
yang berada di luar negeri.
e. Persahabatan,
yaitu meningkatkan hubungan persahabatan antara negara pengirim dengan negara
penerima.
2. Fungsi
Perwakilan Diplomatik
Secara universal,
fungsi perwakilan diplomatik telah diatur dalam Konvensi Wina 1969. Dalam
Konvensi Wina tersebut ditegaskan fungsi perwakilan diplomatik sebagai berikut.
a. Mewakili negara
pengirim di dalam negara penerima.
b. Melindungi
kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima dalam
batas-batas yang diizinkan oleh hukum internasional.
c. Mengadakan
persetujuan dengan pemerintah negara penerima.
d. Memberikan
keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima, sesuai dengan
undang-undang dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim.
e. Memelihara
hubungan persahabatan antara kedua negara.
0 komentar:
Posting Komentar